GRANDISMA – Bel tanda pulang belum juga berbunyi, tapi suasana kelas XI f1 sudah seperti pasar malam. Angin siang itu meniup tirai jendela, dan langit mulai gelap.
“Eh, katanya nanti hujan deres loh,” ujar Janir, sambil menatap awan tebal dari jendela.
“Janir, gosip mulu hidupmu,” sahut Marlon, ketua kelas yang lebih sering bikin gaduh daripada menenangkan.
Ando langsung nimbrung, “Woi Marlon, jangan sok suci, tadi aja kamu yang nyiram air ke meja Yoan.”
“Lah, biar dia mandi sekalian! Kan dia sama Riski tuh, berdua mulu kayak nempel pakai lem,” balas Marlon disambut tawa satu kelas.
Yoan menatapnya sinis. “Minimal aku pinter, bukan kayak kamu, ketua kelas tapi nilai remedi.”
“Waduh, roasting-nya ngeri!” celetuk Aris, yang duduk di depan sambil nyengir. “Tapi ya, Marlon, Yoan bener juga sih, kamu tuh kayak iklan tanpa isi.”
Seluruh kelas meledak tertawa.
Vino menepuk meja, “Udah-udah, jangan berantem, nanti Yeni nangis, kasian!”
Yeni, si paling cantik di kelas, cuma mendelik. “Vino, ngomong aja dikontrol dikit, semua kalimatmu kayak keluar dari majalah dewasa.”
Alvi, yang duduk di sebelahnya, langsung menatap tajam. “Iya, jangan ganggu Yeni!”
“Wah, Alvi siap jadi bodyguard nih,” goda Marlon, disambut tawa lagi.
Tiba-tiba grukkk!—petir menyambar. Hujan deras turun, suara rintiknya menenggelamkan semua tawa.
Maya, Tasya, Jessica, dan Meni buru-buru menutup jendela. “Aduh, tas kita basah!” seru Meni.
Liosa, si anak asrama yang selalu tenang, berdiri sambil menatap ke luar jendela. “Hujannya cepat banget turunnya… tapi indah ya.”
Aris menatapnya dari bangku depan. “Iya, kayak kamu juga. Mendadak datang, tapi bikin suasana jadi tenang.”
Seluruh kelas langsung bersorak, “WOOO ARIS!!”
Marlon menepuk papan tulis sambil tertawa. “Udah, udah, besok aja lanjut sinetronnya! Sekarang bantu angkat bangku biar gak basah!”
Akhirnya, semua bekerja sama. Janir dan Ando saling berdebat siapa yang paling rajin, Vino sibuk bercanda dengan Yoan dan Riski, dan Yeni dengan Alvi sibuk melindungi tas mereka dari cipratan air.
Di tengah kekacauan itu, tawa tetap terdengar—hangat, seperti hujan yang menyatukan semuanya di jam terakhir sekolah.
Dan entah kenapa, hari itu terasa lebih lama… tapi juga paling menyenangkan.


